Film Dua Garis Biru yang Dibintangi Adhisty Zara Jadi Pembuka Festival Film di London

Dua Garis Biru (2019) menjadi pembuka diLondon Mini Indonesian Film
Festival yang digelar di London mulai 22 sampai 24 November 2019.
Film Dua Garis Biru yang dibintangi oleh Adhisty Zara dan Angga Yunanda
menjadi pembuka dalam festival film di London.
Film Dua Garis Biru yang
dibintangi oleh Adhisty Zara dan Angga Yunanda menjadi pembuka dalam London
Mini Indonesian Film Festival yang digelar di London mulai 22 sampai 24
November 2019.
London Mini Indonesia Film
Festival merupakan festival film Indonesia yang pertama kali diadakan di
London, Inggris, oleh Curzon Sinema London.
Mengutip dari Antara News, ada
beberapa film Indonesia yang diputar dalam festival ini.
Festival tersebut dibuka dengan
Dua Garis Biru yang mendapatkan 12 kategori nominasi dalam Piala Citra di ajang
penghargaan Festival Film Indonesia.
Selain Dua Garis Biru, film lain
yang akan diputar adalah Turah, Nyanyian Akar Rumput, dan 27 Steps of May.
London Mini Indonesia Film
Festival rencananya akan ditutup dengan pemutaran film Bumi Manusia yang
diangkat dari novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer.
Pada masa orde baru, peredaran
novel tersebut di masyarakat sempat dilarang.
Menurut Duta Besar Indonesia
untuk Inggris Rizal Sukma, festival film memiliki berbagai dimensi yang
penting.
"Pertama sebagai dipolomasi
seni dan budaya yang efektif, kedua sebagai wahana memperkenalkan film
Indonesia ke pasar Inggris yang bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif
tanah air," kata Rizal di London, Jumat (22/11/2019).
Pendiri Indonesian Film Society
(IFS) dan direktur festival, Patrick Tantra mengatakan bahwa festival diadakan
atas inisiatif IFS yang didukung KBRI London sebagai bagian dari rangkaian peringatan
70 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Inggris.
IFS sendiri merupakan sebuah
komunitas film yang berbasis di London dan berdiri pada tahun 2018.
Komunitas tersebut rutin memutar
film-film Indonesia, terutama film yang mengangkat kritik sosial.
"Kami menjadikan film
sebagai medium untuk melihat berbagai persoalan di Indonesia untuk kemudian
menciptakan ruang-ruang diskusi," ungkap Patrick.
Film Dua Garis Biru sempat tuai kontroversi
Selain dibintangi Adhisty Zara
dan Angga Yunanda, film besutan Gina S Noer ini juga turut diperankan oleh Dwi
Sasono, Cut Mini, Arswendi Bening Swara, hingga Lulu Tobing.
Setelah trailer filmnya dirilis
untuk pertama kali, film Dua Garis Biru sempat menuai kontroversi.
Beberapa kalangan menilai bahwa
film nominasi Piala Citra tersebut akan memberikan pengaruh buruk bagi remaja.
Film ini dianggap membahayakan
generasi muda karena mengajarkan pergaulan bebas pada anak usia remaja.
Banyak masyarakat yang ikut serta
membuat petisi yang dilayangkan pada Lembaga Sensor Film (LSF) agar film ini
tidak jadi ditayangkan.
Film Dua Garis Biru bercerita
tentang Dara (Adhisty Zara) yang hamil di usianya yang masih 17 tahun.
Atas kejadian ini, kekasih Dara,
Bima (Angga Yunanda) merasa harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Akhirnya keduanya harus menjadi
pasangan suami istri sekaligus orang tua di saat mental mereka belum matang.

Poster film Dua Garis Biru (2019) (Instagram @duagarisbirufilm)
Film Turah dikirim ke nominasi Oscar
Film yang sudah rilis pada 2016
lalu ini didapuk mewakili Indonesia dalam ajang penghargaan bergengsi Academy
Awards ke-90 pada Maret 2018 silam.
Dalam ajang yang dikenal dengan
nama Oscar itu, film Turah mewakili Indonesia dalam kategori film Berbahasa
Asing Terbaik.
Sebelumnya, film arahan sutradara
Wicaksono Wisnu Legowo ini juga ditayangkan di beberapa film festival lainnya.
Film ini bercerita tentang warga
kampung Tirang yang tidak pernah mengetahui arti mimpi.
Warga kampung primitif ini menganggap
semua yang mereka dapatkan hanyalah belas kasihan dari juragan kaya raya
bernama Darso dan Pakel.
Hidup mereka terus diatur oleh
Darso dan Pakel tanpa mereka bisa menolaknya.
Perubahan datang saat Turah dan
Jadag dengan berani mendorong warga untuk memperjuangkan kemenangan bersama.
Comments
Post a Comment